Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Riwayat Hidup Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Orang yang terkenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sebenarnya
bernama Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Huraiz az-Zar’I
ad-Dimasyqi Abu Abdullah Syamsuddin. Ayahnya pendiri kampung al-jauziyah dan
kepala madrasah al-jauziyah serta guru di sekolah ash-Shadriyah. Dia dilahirkan
di Damaskus tahun 691 H/ 1292 M dan berasal dari sebuah keluarga terhormat yang
berilmu dan berharta. Ayahnya seorang guru Yang juga mengajar Ibnu Qayyim dan mempengaruhinya.
Ibnu Qayyim adalah salah seorang tokoh reformis Islam.
Para ulama mengakuinya
sebagai orang yang kaya dan berilmu. Dia berminat pada bidang hadits dan
seluruh ilmu hadits, fiqih, syariat, ilmu kalam, tasawwuf, bahasa Arab, dan
nahwu. Ibnu Qayyim merupakan murid Ibnu Taimiyah yang sangat menyayangi dan
selalu bersama sang guru, mendukung pendapat-pendapatnya, meskipun
kadang-kadang mendebat beberapa pendapatnya. Dialah juga orang yang mengajarkan
buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan menyebarkan ilmunya.[1]
A. Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Tentang Pendidikan Anak Usia Dini
Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyah tentang pendidikan anak terutama mengenai
anak usia dini. Konsep pendidikan anak yang dikemukakan Ibnu Qayyim secara umum
tertuang dalam karyanya Tuhfatul Maudud bi ahkamil Maulud. Dalam buku ini Ibnu
Qayyim al-Jauziyah mengemukakan konsep pendidikan anak yang muaranya diatur
oleh tuntunan al-Quran dan Sunnah. Ibnu Qayyim juga menyoroti pentingnya proses
perkembangan anak dari waktu ke waktu dan ia akan memberikan periodisasi
pendidikan anak usia prasekolah. Keseluruhan konsep pendidikan anak usia dini
perspektif Ibnu Qayyim al-Jauziyah ini dapat dikemukakan sebagai berikut.
Kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan dalam keluarga, tidak bisa dilepaskan dari pendidikan sebelumnya
yakni dalam kandungan atau sebelum lahir (prenatal), sekitar saat kelahiran
(perinatal), saat baru kelahiran (neonatal), setelah kelahiran (postnatal),
termasuk pendidikan anak usia dini yang saat ini dilakukan oleh peneliti itu
sendiri. Dengan demikian bila dikaitkan dengan pendidikan anak usia dini
merupakan serangkaian yang masih ada keterkaitannya pendidikan sebelumnya.
Sehingga dapat terwujudnya generasi yang unggul, dan pendidikan itu memang
merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Kita tahu bahwa kehidupan keluarga, baik di kota – kota besar
maupun di desa, berubah dengan semakin kompleksnya, terutama permasalahan yang
timbul mengenai pengasuhan anak usia dini. Orang tua yang sibuk bekerja di luar
rumah meninggalkan anaknya yang diasuh oleh pembantu atau orang yang dekat
dengan keluarga tersebut. Ibu – ibu yang tadinya mengasuh anak di rumah
terpaksa harus bekerja untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Maka, hubungan
orang tua dan anak pun menjadi renggang.
Komunikasi antara anak – anak dan
orang tua menjadi terbatas, yaitu ketika pulang kerja. Anak-anak tumbuh dan
berkembang sesuai dengan lingkungan. Kondisi semacam ini, jika tidak terkontrol
oleh orang tua, dapat menyebabkan pertumbuhan anak tidak berjalan secara
optimal. Berangkat dari kondisi inilah, kehadiran pendidikan anak usia dini
(PAUD) sangatlah penting, tentunya dengan memperhatikan potensi anak dan
bakat-bakatnya, maka tujuan pendidikan anak dapat diarahkan sesuai dengan
kemampuan untuk mencapainya.
Dalam konteks pendidikan anak usia dini, tanggung jawab orang tua
mendidik anak dengan sabar dan seksama, serta mengetahui kondisi kebutuhan
penyiapan pendidik yang mampu mengasuh dan membimbing anak usia sejak lahir
sampai 6 tahun merupakan suatu keharusan. Hal ini dikatakan oleh Ali RA dalam
kitabnya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
قال على رضي اللة عنه: علموهم و أدبوهم, وقال
الحسن: مروهم طاعة اللة و علموهم الخير. [2]
Imam Ali R.A. berkata : “Ajari dan didiklah anak-anakmu, sedangkan
Hasan berkata: ajaklah mereka untuk taat pada Allah dan ajarilah mereka tentang
kebaikan.
و فى المسند,و سنن ابى داود, من حديث عمرو بن
شعيب عن ابيه, عن جده قال: قال الرسول اللة صلى اللة عليه وسلم: مروا ابناءكم
بالصلاة لسبع, واضربوهم عليها لعشر, وفزقوا بينهم فى المضاجع, ففى هذا الحديث
ثلاثة امرهم بها, و ضربهم عليها و التفريق بينهم في المضاجع.[3]
Di dalam Musnad sunan Abu Dawud tentang hadis Amr bin syuaib dari ayahnya
dari kakeknya . Rasul SAW bersabda : perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan
shalat pada usia 7 tahun , pukullah mereka jika mereka membangkang untuk shalat
pada usia 10 tahun dan pisahlah tempat tidur mereka . di dalam hadis ini
terdapat 3 tata karma dalam memerintah anak : 1. Memerintah mereka untuk
shalat, 2. Memukul mereka jika membangkang 3. Dan memisah tempat tidur mereka.
Penjelasan diatas bahwa pentingnya adab dan akhlak bagi anak didik menurut
Ibnu Qayyim karena dengan adab dan akhlak yang baiklah adalah sebuah hubungan
orang tua dengan anak dapat terjalin dengan baik dan kondusif, yang pada
gilirannya dapat menciptakan kelancaran komunikasi dan interaksi yang harmonis
bagi keduanya.
B. Karakteristik Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Pandangan Ibnu
Qayyim Al-Jauziyah
Dalam pandangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah diantara metode yang paling
tepat dalam mendidik anak usia dini adalah melalui pembiasaan dan suri
tauladan. Orang tua dapat melatih dan membiasakan anak-anak untuk dapat bangun
akhir malam, dan melakukan shalat malam. Karena dengan pembiasaan tersebut akan
bermanfaat bagi si anak kemudian hari, paling tidak, anak-anak akan menghargai
bahwa waktu yang baik untuk urusan spiritualnya.
Di
antara pandangannya tentang pendidikan anak, Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam
kitabnya yang khusus mengenai anak, Tuhfat al-Maudûd bi Ahkâm al-Maulûd,
mengatakan:
ومما يحتاج اليه الطفل غاية الإحتجاج الاعتناء بأمر خلقه، فإنه ينشأ
عما عوده المربي فى صغره منحر، وغضب ولجاج وعجلة وخفة مع هواه، وطيش وحدة وجشع,
فيسعب عليه في كبره تلا في ذلك، وتصير في هذه الأخلاق صفاة وهيئات راسخة، وله تخرز
منها غاية التخرز فصحته ولا بد يوما، ولهذا تجد اكثر الناس منحرفة أخلاقهم وذلك من
قبل التربية التى نشأ عليها[4].
Anak
kecil di masa kanak-kanaknya sangat membutuhkan seseorang yang membina dan
membentuk akhlaknya, karena ia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa
yang menjadi kebiasaan (yang ditanamkan oleh para pendidik). Jika seorang anak
selalu dibiasakan dengan sifat pemarah dan keras kepala, tidak sabar dan selalu
tergesa-gesa, menurut hawa nafsu, gegabah dan rakus, maka semua sifat itu akan
sulit diubah di masa dewasanya. Maka jika seorang anak dibentengi, dijaga dan
dilarang melakukan semua bentuk keburukan tersebut, niscaya ia akan benar-benar
terhindar dari sifat-sifat buruk itu. Oleh karena itu, jika ditemukan seorang
dewasa yang berakhlak buruk dan melakukan penyimpangan, maka dipastikan akibat
kesalahan pendidikan di masa kecilnya dahulu. Di samping itu Ibn Qayyim al-Jawziyyah
menegaskan bahwa:
وكذلك يجب أن يجتنب الصبي إذا عقل: مجالس اللهو والباطل والغناء
والفواخش والبدع ومنلطق السوء، فإنه إذا علق بسمعه، عسر عليه مفارقته فى الكبر،
وعز على وليه استنقاذه منه، فتغير العوائد من اصعب الأمور، يحتاج صاحبه إلى
استجداد طبيعة ثانية، والخروج عن حكم الطبيعة عسر جدا[5].
Anak
yang masih kecil seharusnya dijauhkan dari lingkungan hura-hura, kebatilan,
tempat hiburan, mendengarkan suara keji, dan jorok, bid’ah, dan pembicaraan
kotor. Sebab jika sudah menjadi kebiasaan dan menjadi pecandu berat dalam
menyaksikan dan mendengarkan hal-hal tersebut, pada saat usia remaja (dewasa)
akan sulit untuk dibebaskan dari kebiasaan tersebut. Merubah kebiasaan dan
perilaku merupakan perkara yang paling sulit untuk dilakukan.
Anak-anak
akan berkembang dan tumbuh paling baik dalam ketertiban dan keteraturan serta
jauh dari hal-hal yang tidak baik. Mereka akan lebih bahagia kalau mereka
mengetahui apa yang diharapkan, berupa yang baik dan indah, walaupun dalam
kenyataannya anak-anak tanpa kompromi akan menelan semua yang dilihat dan
didengarnya sekalipun buruk. Di sinilah peran orang tua dan pendidik untuk
merencanakan dan menciptakan suasana yang kondusif untuk tumbuh kembang
anak-anak ke arah yang baik.
Selanjutnya Ibn Qayyim
menegaskan:
ويجنبه الكسل والبطالة والدعة والراحة، بل ياخذه باضدادها ولا
يريحه إلا بما يجم نفسه وبدنه للسهل, فإن الكسل والبطالة عواقب سوء ومغبة ندم،
وللجد والتعب عواقب حميدة[6]
Bahwa
seorang anak hendaknya dijauhkan dari sifat malas, santai dan tidak mempunyai
aktifitas positif, tetapi justru harus dibiasakan bekerja keras, sportif dan -
melakukan berbagai kesibukan.
Karena pada dasarnya orang yang paling bahagia adalah mereka yang dapat bekerja
dan melakukan aktifitas-aktifitas positif dan kontributif, sehingga membiasakan
anak dengan keseriusan dan kesungguhan belajar dan beraktifitas akan berdampak
positif pada pola hidupnya di kemudian hari.
Menurut
Ibn Qayyim al-Jawziyyah, tanggung jawab tarbiyah (pendidikan) anak itu berada
di pundak orang tua dan pendidik (murabbi) apalagi ketika anak masih dalam masa
awal pertumbuhan. Mereka sangat membutuhkan pembina yang selalu mengarahkan
akhlak dan perilakunya, karena anak-anak pada masa itu sangat tidak mampu untuk
membina diri mereka sendiri, sehingga mereka membutuhkan seorang qudwah yang menjadi
panutan untuk diri anak dalam sikap dan perilakunya.
Dari
beberapa pandangan Ibn Qayyim tersebut di atas, jelaslah bahwa anak-anak adalah
sosok yang harus diakui eksistensinya sebagai obyek dan subyek pendidikan.
Dengan demikian, ia harus mendapatkan pendidikan yang baik dengan cara
mengarahkan, membimbing dan menumbuh-kembangkan potensi-potensi positif yang
dimilikinya untuk persiapan di kehidupannya yang akan datang. Orang yang paling
bertanggung jawab ini adalah orang tuanya., sebab kebanyakan kerusakan pada
anak diakibatkan oleh orang tua yang mengabaikan hak-hak anak dan tidak
mengajari mereka kewajiban agama dan Sunnah serta potensi-potensi yang
dimilikinya.
C. Fase Perkembangan Anak menurut
Ibn Qayyim al-Jawziyyah
·
Fase Perkembangan Anak Sebelum
Lahir (Periode Pranatal)
Periode
Pranatal merupakan periode pertama dalam rentang kehidupan manusia dan
merupakan periode paling singkat dari seluruh periode perkembangan manusia,
namun dalam banyak hal merupakan periode yang sangat penting dalam keseluruhan
tahap perkembangan, karena memberi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
a) Masa
Sebelum Hamil (Masa Prakonsepsi)
Islam
memandang bahwa proses pendidikan harus dimulai sejak anak masih dalam
kandungan bahkan sejak calon suami memilih calon istri yang di kemudian hari
menjadi orang tua dari anak. Karena, sifat-sifat fisik maupun psikis
(kepribadian) orang tua dapat diturunkan secara genetik kepada anaknya. Hal ini
diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. dalam sabdanya:
تخيروا لنطفكم فإن العرق دساس.
“Pilihlah tempat menanam
nuthfahmu (istri), karena pengaruh keturunan itu sangat kuat.” (HR. Abû Dâwud)
Yang
dimaksud pendidikan pada periode sebelum kehamilan adalah sebelum melakukan
aktifitas jima’ kedua orang telah menjabarkan harapan-harapan dan kegiatan
jima’ merupakan bagian dari konsep-konsep pendidikan yang pertama kali
diletakkan sebagai pondasi untuk membangun kepribadian seorang anak didik.
Uraian ini difahami dari penafsiran Ibn Qayyim atas firman Allah yang berbunyi:
… فالان باشروهن وابتغوا ما
كتب الله لكم[7]
Ibn Qayyim memberikan penafsiran
ayat tersebut sebagai berikut:
لما حفف الله عن الامة بإباحة الجماع ليلة الصيام الى طلوع الفجر
أرشدهم سبحانه وتعالى الى ان يطلبوا رضاه فى مثل هذا اللذة ولا يباشروهن بحكم مجرد
الشهوة بل يبتغوا بها ما كتب الله لهم من الاجر. والولد يخرج من اصلابهم يعبد الله
ولا يشرك به شيئا.
Dari
penafsiran tersebut tergambar bahwa salah satu tujuan yang paling penting dalam
sebuah pernikahan adalah hadirnya seorang anak.
b) Masa
Setelah Kelahiran
Sejak
anak baru terlahir ke dunia, pokok-pokok pendidikan mulai diberikan secara
tepat, yaitu:
·
Penyambutan yang hangat akan
kelahirannya
·
Mengadzankan di telinga anak
·
Fase Perkembangan Anak Sejak
Lahir Hingga Usia Dua Tahun
Konsep
Islam dalam pendidikan kepada anak yang baru lahir di antaranya dikemukakan
oleh Ibn Qayyim al-Jawziyyah, yaitu:
·
Mentahniq (meletakkan
kurma dan menggosok-gosokkan ke langit-langit bayi dengan jari telunjuk)
·
Melaksanakan Aqiqah
·
Membedong
·
Mencukur rambut
·
Pemberian nama yang baik
·
Menyusui, dan
·
Menyapih anak
Fase Perkembangan Anak Sejak Usia
Dua Tahun Hingga Mumayyiz (5 s/d 7 Tahun)
Ibn
Qayyim memandang bahwa anak-anak di awal masa pertumbuhan dan perkembangannya
harus segera diberikan pendidikan melalui arahan, bimbingan dan pembinaan
semaksimal mungkin sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang sebagai
anak-anak yang shaleh, memiliki kepribadian yang baik.
Menurut
fuqaha, seorang anak disebut mumayyiz ketika ia berumur antara 5 sampai dengan
7 tahun dan tidak jauh berbeda menurut pendapat Ibn Qayyim. Pendidikan pada
masa ini dalam bentuk nasehat-nasehat yang arti dan tujuannya kepada
pemeliharaan keutuhan pribadi anak, jangan meusak pendengarannya dengan
kata-kata yang tidak pantas, sifat-sifat sosialnya, membatasi aktifitasnya.
·
Fase Perkembangan Anak Menjelang
Puber (9 s/d 10 Tahun)
Pada
usia ini perkembangan akal semakin matang. Anak juga semakin kuat secara fisik
dan semakin mampu melakukan ibadah serta semakin faham, oleh karena itu, ia
boleh dipukul jika meninggalkan shalat sebagaimana diperintah Nabi Saw. Selain
itu, ketika berusia sepuluh tahun, kondisi anak itu berbeda. Ia lebih mengenal
dan lebih memahami. Oleh karena itu menurut Ibn Qayyim, pada usia tersebut,
para ulama fiqh mewajibkan mereka untuk beriman.
·
Fase Perkembangan Anak Masa Puber
(12 s/d 15 atau 16 Tahun)
Masa
ini merupakan masa detik-detik menunggu datangnya waktu ihtilam (masa baligh).
Pertumbuhan fisik jasmani berlangsung secara cepat, lebih cepat dari
perkembangan jiwanya. Oleh karena cepatnya pertumbuhan fisik yang tidak
diimbangi dengan pertumbuhan jiwanya, ia membutuhkan bantuan dan perhatian
lebih.
·
Fase Perkembangan Anak Masa
Baligh (15 atau 16 Tahun)
Menurut
Ibn Qayyim masa baligh adalah masa ihtilam pada setiap anak dan setiap anak
tidak sama waktunya mulai usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun.
Pada masa inilah anak sudah
mempunyai tanggung jawab sendiri dalam kaitannya dengan syari’at agama. Maka
pendidikan pada usia ini lebih ditekankan pada pemberian tanggung jawab.
KESIMPULAN
Ibn
Qayyim al-Jawziyyah merupakan tokoh pendidikan Islam dan sekaligus seorang
psikologis. Pemikirannya tentang psikologi perkembangan dan pendidikan anak
memberikan kontribusi yang sangat besar bagi khazanah pendidikan Islam.
Pokok
utama pemikirannya tentang psikologi dan pendidikan anak berangkat dari konsep
praktis mendidik dan membesarkan anak yang didasarkan pada dua hal: pertama,
bahwa anak-anak, dengan kebutuhannya yang khas, berhak mendapat perhatian dan
perawatan khusus, kedua, bahwa cara bayi dan anak-anak diperlakukan mempunyai
pengaruh yang panjang terhadap sifat fisik maupun psikologis mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Abdullah Nasih Ulwan, 1996. Pendidikan
Anak dalam Islam. Pustaka Amani, Jilid I Jakarta.
Hasan Langgulung, 1988. Asas-Asas Pendidikan
Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta.
Muhammad Suwaid, 2004. Mendidik Anak Bersama Nabi, Pustaka
Arofah, Solo
Muhammad Utsmān Najāti, Dr., Jiwa dalam Pandangan
Para Filosof Muslim, terj. Gazi Saloom, S.Psi., judul asli Ad-Dirāsā an-Nafsāniyyah ‘inda
al-‘ulamā’ al-Muslimin (Bandung: Pustaka
Hidayah, cet.I, 2002)
Qayyim, Ibnu Al-Jauziyah, Tuhfa al-Maudud bi Ahkam
al-Maulud, Ditahkikkan oleh Abdul Qadir al-Arnauth, Damaskus: Maktabah Dār
al-Bayān, 1391
[1]
Muhammad Utsmān Najāti, Dr., Jiwa dalam Pandangan Para Filosof
Muslim, terj. Gazi
Saloom, S. Psi., judul asli Ad-Dirāsā an-Nafsāniyyah ‘inda
al-‘ulamā’ al-Muslimin
(Bandung: Pustaka Hidayah, cet.I, 2002), hlm. 357-358
[2]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Tuhfa al-Maudud bi Ahkam al-Maulud , hlm. 188
[3]
ibid, hal 188
[4]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,Tuhfa al-Maudud bi Ahkam al-Maulud , hlm.200
[5]
ibid, hal 210
[6]
ibid, hal 230
[7]
ibid, hal 270
0 komentar:
Posting Komentar